JAKARTA, WB – Setelah Setya Novanto duduk di kursi terdakwa kasus mega korupsi KTP-e, pamor Partai Golongan Karya (Golkar) semakin melorot. Sosok Airlangga Hartato yang didapuk Munaslub sebagai Ktua Umum diharapkan bisa mengembalikan kejayaan partai berlambang Pohon Beringin itu.
Hasil riset Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menyimpulkan, setelah dipimpin Airlangga Hartato, Golkar perlu merumuskan branding baru. “Hanya itu yang bisa menahan terus turunnya elektabitas Golkar. Dan hanya itu pula yang bahkan bisa membuat Golkar juara kembali dalam pemilu legislatif 2019,” ungkap Denny JA owner LSI.
Berdasarkan riset LSI, sosok Airlangga di mata publik masih dianggap figur yang bersih, bisa contrasting, bisa membedakan diri dari “rezim golkar” sebelumnya. Bahkan Denny JA memuji tradisi baik yang dimulai Airlangga dengan meluaskan video pendek berisi gagasannya: Golkar Bersih, Golkar Bangkit.
Menurut Denny JA, jelang Munaslub Golkar, Airlangga membuat pesan tak hanya kepada pemilik suara Golkar yang akan memilih ketua umum, tapi juga pesan kepada pemilih Indonesia tentang gagasannya.
“Ia maju bukan hanya untuk jabatan. Tapi jabatan itu untuk sebuah gagasan. Pesan ini yang ingin Airlangga Hartato sampaikan. Ini tradisi yang lama ditunggu. Sudah lama politik Indonesia sepi dari pertarungan gagasan,” ungkap Denny JS.
Survei yang dirilis LSI pada Kamis (14/12/2017) mencatat elektabilitas Partai Golkar sudah disusul oleh Partai Gerindra. Hasil ini berdasarkan survey pada 1-14 November 2017 lalu.
Jika Pemilu dilakukan saat ini responden ditanya sebanyak 24,2 persen pilih PDI-P, disusul 13,0 persen Partai Gerindra dan di urutan ketiga Golkar dengan hasil 11,6 persen.
“Pertama kalinya dalam sejarah, Golkar terancam terlempar ke urutan ketiga,” kata peneliti LSI Ardian Sopa.
Menurut Ardian, hasil survei ini merupakan bentuk ancaman bagi Golkar. Sebab, selama ini partai yang sudah eksis sejak jaman orde lama itu selalu berada di posisi pertama atau kedua dalam pemilu. Bahkan pada pemilu 2014 lalu, Golkar masih menduduki peringkat kedua dengan 14,75 persen.
Ardian menilai, turunnya elektabilitas Partai Golkar tak terlepas dari konflik internal berkepanjangan yang terjadi di tubuh partai tersebut dan kasus hukum yang menjerat Setya Novantoselaku ketua umum Golkar.
“Kalau tak ada perubahan, Golkar bisa terus merosot ke urutan ke-4 atau ke-5,” ucap Ardian.
Sebaliknya, apabila segera melakukan perubahan, Ardian menilai Golkar bisa saja kembali menaikkan elektabilitasnya, bahkan bisa menjadi partai pemenang di pemilu 2019. []