TIONGKOK, WB – Setelah dijatuhi sanksi berupa pencekalan oleh Departemen Perdagangan Amerika Serikat (AS), Slahsatu pabrikan asal Tiongkok, ZTE, langsung merasakan dampak finansialnya.
Dilansir Bloomberg, Kamis (24/5/2018), ZTE diestimasi rugi sebesar US$ 3,1 miliar atau setara dengan Rp 44 triliun pada kurs saat ini.
Alhasil, ZTE juga terpaksa menahan operasi produksinya, akibatnya pekerjaan 75 ribu pegawai menjadi tertahan. Sanksi yang dijatuhi AS adalah pelarangan ZTE untuk membeli produk AS selama tujuh tahun. Padahal, produk dari perusahaan tersebut banyak memakai komponen dari AS.
Akibatnya, para klien ZTE khawatir melakukan transaksi meski sudah melakukan meneken perjanjian. Pemerintah Tiongkok juga turun tangan dan menjadi negosiator, dan hasil negosiasi tersebut berhasil karena Presiden AS Donald Trump memerintahkan agar sanksi ZTE dibatalkan.
Meski sanksi pelarangan dibatalkan, Trump masih mempertimbangkan menjatuhkan sanksi denda lebih dari US$1 miliar (setara Rp 14 triliun).
Kekhawatiran lain yang muncul adalah bila sanksi ZTE juga dijatuhkan ke Huawei. Sebab, perusahaan itu juga dipandang negatif oleh badan intelijen seperti FBI dan CIA.
Trump mengaku telah memberi instruksi kepada Departemen Perdagangan AS untuk memberikan jalan pada ZTE untuk kembali beroperasi dalam perdagangan AS.
“Presiden Xi dari Tiongkok dan saya telah bekerja sama untuk untuk memberi jalan pada perusahaan telepon raksasa Tiongkok, ZTE, agar cepat kembali berbisnis. Terlalu banyak pekerjaan yang hilang di Tiongkok. Departemen Perdagangan telah diinstruksikan untuk menyelesaikan ini!” cuit Trump.
Intervensi yang dilakukan Gedung Putih dan Beijing memvalidasi teori yang menyebut bahwa pihak ZTE memang akan ditolong oleh pemerintah Tiongkok. Perlu diketahui, ZTE adalah perusahaan telekomunikasi terbesar kedua di Tiongkok.[]