JAKATA, WB – Sidang kelima MK dengan nomor perkara 35/PUU-XIV/2016 atas nama pemohon Ibnu Utomo, Yuli Zulkarnain dan R Hoesnan. Ketiganya kader Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu didampingi tim kuasa hukum PPP kubu Djan Faridz, Humphrey Djemat dan tim, menghadirkan dua pakar hukum Tata Negara yakni Profesor Natabaya dan Profesor Yusril Ihza Mahendra sebagai saksi ahli.
Dalam sidang yang berlangsung di ruang sidang Utama Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat (14/6), terkait Pengujian Undang-undang (PUU) Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (Parpol).
Natabaya selaku saksi ahli dalam kesempatan pertama. Adapun Yusril Ihza Mahendra berkesempatan memberi keterangan pada termin kedua. Sementara mantan Ketua Panitia Kerja (Panja) DPR Rancangan Undang-undang (RUU) Parpol Nomor 2 Tahun 2011, Chairuman Harahap dimintai keterangan sebagai saksi fakta.
Seperti diketahui sidang perdana (14/4), pemohon mendalilkan Pasal 33 Ayat (2) UU Parpol menimbulkan ketidakpastian hukum, karena tidak memberikan kejelasan tindaklanjut pelaksanaan putusan kasasi melalui pengesahan susunan kepengurusan yang dinyatakan sah oleh putusan kasasi. Oleh karena itu, pemohon menilai Pasal a quo menimbulkan multitafsir.
Pemohon menilai, multitafsirnya ketentuan tersebut memberi kesempatan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) untuk mengabaikan putusan kasasi dan berhak untuk tidak menerbitkan keputusan pengesahan kepada susunan kepengurusan parpol yang telah dibenarkan keabsahannya oleh putusan kasasi.
Sedangkan sidang lanjutan (18/5), pemerintah yang diwakili Staf Ahli Menteri Dalam Negeri Bidang Pemerintahan Suhajar Diantoro menilai, permohonan yang diajukan pemohon lebih mengarah kepada penuntutan hak individu atau golongan, bukan kepada makna pengujian yang sebenarnya yaitu dalam rangka memperbaiki tata regulasi yang baik dalam rangka mewujudkan cita-cita yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945.
Sebelum persidangan Yusril menilai ada kesalahan mekanisme yang dilanggar oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Yusril pun bersedia menjelaskan norma yang mengatur tentang prosedur pengesahan pengubahan susunan pengurus parpol dalam persidangan.
Polemik sengketa kepengurusan PPP yang sah ini berawal dari keputusan Mahkamah Agung yang membatalkan Surat Keputusan Menkumham soal pengesahan pengurus PPP Muktamar Surabaya, kubu Romahurmuziy. Keputusan itu membuat Yasonna mencabut SK pengesahan pengurus PPP kubu Romahurmuziy. Namun di lain pihak Djan Faridz yang mengajukan pendaftaran kepengurusan hasil Muktamar Jakarta, oleh Yasonna tidak disahkan karena dinilai ada persyaratan yang tak dipenuhi.
Untuk mengisi kekosongan pengurus, Yasonna menghidupkan kembali pengurus hasil Muktamar Bandung pada 2011 lalu. Dimana dalam muktamar di Bandung itu, ditetapkan Ketua Umum PPP, Suryadharma Ali, dengan Sekjennya Romahumuziy. Hingga kemudian Yasonna juga mengesahkan dan menerbitkan SK Kepengurusan PPP hasil muktamar Pondok Gede, April 2016, yang menetapkan Romahurmuziy sebagai Ketua Umum dan Arsul Sani sebagai Sekretaris Jenderal, yang menggugurkan Hasil Muktamar Bandung dan Pondok Gede, yang pernah dihidupkan Yasonna juga. []