AMERIKA, WARTABUANA – Lima tahun lalu, Aesha Mohammadzai (25) mendapat perhatian dunia internasional karena kekerasan yang diterimanya di Afganistan.
Saat itu Aesha yang sering disiksa oleh keluarga suami memutuskan untuk melarikan diri. Sayangnya, ia tertangkap dan sebagai bentuk hukuman, hidung Aesha dipotong dengan maksud agar ia kapok mencoba kabur lagi
Aesha yang tadinya berwajah cantik, terpaksa hidup dengan kondisi wajah cacat dan menahan malu. Namun kekerasan yang diterima Aesha dari keluarga suaminya ini justru semakin membangkitkan keinginannya untuk berontak dari penindasan tersebut.
Dan terbukti walaupun wajahnya tidak lagi sempurna, Aesha sukses menjadi salah satu cover paling ikonik dari majalah internasional Time, yang mengangkat kisah pilu hidup Aesha.
Hal ini sekaligus membangunkan perhatian dunia terhadap kekerasan yang diterima oleh wanita di Afganistan oleh keluarga terdekat mereka sendiri.
Beruntung bagi Aesha, walaupun saat itu ia sengaja ditinggalkan di gunung hingga hampir tewas, ia segera ditemukan dan berhasil diterbangkan ke AS.
Di AS, Aesha dapat memperjuangkan kebebasan sekaligus hak asasinya. Tidak hanya itu, kini iajuga dapat menjalani berbagai prosedur operasi untuk transplan hidung baru.
Ia mengaku sering mendapat ejekan dari orang lain karena bentuk hidungnya, namun ia tidak merasa minder walaupun bentuk wajahnya tidak dapat kembali sempurna seperti dulu.
Setelah tahun-tahun yang sulit, kini Aesha sudah bisa melihat bayangan cantik wajahnya di kaca berkat operasi rekonstruksi hidung yang disempurnakan berkali-kali. Walaupun prosedur yang diterimanya diakui sangat menyakitkan, Aesha tidak pernah menyerah dalam keputusasaan.
Dan untungnya sejak berada di Maryland, AS, Aesha hidup bersama keluarga asuh yang dipimpin oleh Mati Arsaia dan istrinya Jamila Rasouli-Arsaia. Bersama keluarga asuh barunya, Aesha dapat memulai hidup baru yang bahagia dan jauh dari penyiksaan seperti yang dialaminya di Afganistan.
Hingga saat ini, walaupun kasus Aesha sudah lewat bertahun-tahun lalu, potretnya di cover majalah Time tersebut menjadi ikon tersendiri bagi perjuangan wanita untuk keluar dari kekerasan – terutama di Afganistan.
[ ]