ROMA, Konflik antara Rusia dan Ukraina telah memengaruhi akses terhadap pangan di tingkat global dan dapat memberikan pukulan bagi panen tanaman pada 2023. Hal ini menjadi “kekhawatiran besar” Organisasi Pangan dan Pertanian (Food and Agriculture Organization/FAO) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berbasis di Roma, ujar kepala ekonom lembaga itu.
Dalam sebuah wawancara daring baru-baru ini, Maximo Torero menuturkan kepada Xinhua bahwa pada tahun ini, akses global terhadap pangan terhambat oleh harga yang melambung tinggi.
“Pada Maret, kami mencatat puncak tertinggi dalam indeks harga pangan FAO,” papar Torero, seraya menambahkan kendati indeks bulanan turun tipis pada April dan Mei, harga sereal terus melonjak.
Alasan utama di balik kenaikan harga itu, urai Torero, adalah karena Rusia dan Ukraina merupakan pengekspor utama sereal, termasuk jagung dan gandum. FAO mengatakan bahwa kedua negara tersebut memproduksi sekitar 30 persen dari pasokan gandum global pada 2021.
Akibat lonjakan harga itu, “para konsumen dan terutama negara-negara rentan sedang menghadapi tantangan signifikan untuk bisa memperoleh jumlah pangan yang mereka butuhkan saat ini,” kata Torero.
Akses terhadap pupuk menjadi kekhawatiran besar lainnya, dan ini terutama berlaku pada musim 2022-2023, imbuh Torero.
Rusia merupakan pengekspor pupuk nitrogen terbesar di dunia, pemasok pupuk kalium terbesar kedua di dunia, dan pemasok pupuk fosfat terbesar ketiga di dunia. Saat ini, “pupuk-pupuk tidak mengalir dengan kecepatan yang seharusnya,” ujar Torero.
“Kami sangat mengkhawatirkan bahwa pada 2023, jika ini tidak diselesaikan, kita akan mengalami masalah ketersediaan dan akses pangan,” kata Torero.
Konflik Rusia-Ukraina yang dimulai pada akhir Februari “menimbulkan ketidakpastian apakah Ukraina akan dapat memanen tanaman musim dingin dan menanam tanaman musim semi,” lanjut Torero.
Diproduksi oleh Xinhua Global Service