GLASGOW, Inisiatif aksi hijau China yang mendorong pengembangan infrastruktur, energi, transportasi, dan keuangan ramah lingkungan di bawah kerangka Inisiatif Sabuk dan Jalur Sutra (Belt and Road Initiative/BRI) berkontribusi dalam perjuangan global mengatasi perubahan iklim, kata seorang pakar asal Inggris.
Antony Froggatt yang menjabat sebagai wakil direktur Program Lingkungan dan Masyarakat Chatham House, sebuah wadah pemikir yang berbasis di London, mengutarakan pernyataan itu di Glasgow, Skotlandia, tempat berlangsungnya Konferensi Para Pihak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Perubahan Iklim ke-26 (United Nations Conference of Parties on Climate Change/COP26).
Pada 2020, 57 persen investasi China di negara-negara mitra BRI masuk ke dalam proyek energi terbarukan, naik dari 38 persen pada 2019.
Sebagai negara berkembang terbesar di dunia yang belum menyelesaikan industrialisasi, China telah mengumumkan bahwa mereka akan berusaha mencapai puncak emisi karbon sebelum tahun 2030 dan mencapai netralitas karbon sebelum 2060, sebuah langkah yang disebut Froggatt “mengejutkan banyak pihak namun disambut baik oleh semua orang.”
Sang pakar memuji upaya China dalam mengembangkan teknologi hijau, di tengah upayanya membangun infrastruktur dan mengangkat sekitar 100 juta orang keluar dari kemiskinan ekstrem dalam sembilan tahun terakhir.
China telah menjadi pasar terbesar di dunia untuk energi terbarukan, dengan energi terbarukan mencakup 29,5 persen dari keseluruhan konsumsi listriknya, menurut statistik resmi.
Negara tersebut juga merupakan produsen peralatan energi terbarukan terbesar di dunia, yang menempati peringkat pertama dalam hal kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga air, angin, dan surya, serta memiliki proyek pembangkit listrik tenaga nuklir terbesar yang sedang dibangun.
Diproduksi oleh Xinhua Global Service