GAZA CITY, Melonjaknya harga unggas telah membuat daging ayam, makanan dasar hidangan iftar atau berbuka puasa, tidak digunakan dalam banyak menu rumah tangga saat bulan suci Ramadan di Jalur Gaza.
Selama beberapa pekan, pasar Gaza telah menyaksikan tingginya kenaikan harga unggas, dengan harga daging ayam per kilogram (kg) telah mencapai 5,5 dolar AS (1 dolar AS = Rp14.363) untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun.
Sebelum Ramadan, harga tertinggi untuk daging ayam adalah 1,5 dolar per kg, menurut penduduk setempat.
Di Al-Bashir Poultry and Meat Mall di Gaza, lemari-lemari pendingin dibiarkan kosong dengan informasi bertuliskan “stok daging ayam habis karena harga tinggi”.
Fayez al-Ejla, seorang pekerja di tempat tersebut, mengatakan pusat perbelanjaan itu telah memboikot pembelian dari pedagang dan pemilik peternakan karena mereka memonopoli harga.
Kementerian Perekonomian yang dikelola Hamas mengumumkan telah memperketat langkah-langkah untuk melawan pengaruh monopoli pada harga komoditas dasar, sambil mengatakan bahwa flu burung di negara-negara peternak lain telah menyebabkan kurangnya pasokan di Gaza.
Dalam upaya mengatasi krisis unggas, Gaza telah mulai mengimpor telur tetas atau telur yang telah dibuahi dari Mesir. Sekitar 1 juta telur tersebut masuk ke Gaza pada Maret, dan masih akan bertambah lagi.
Sejak pertengahan 2007, Israel telah memberlakukan blokade ketat di Gaza, daerah kantong Palestina yang dihuni 2 juta orang, yang menyebabkan kemerosotan kondisi ekonomi dan sosial.
Menurut Pemantau Hak Asasi Manusia Euro-Mediterania (Euro-Mediterranean Human Rights Monitor), sekitar 1,5 juta warga Gaza jatuh miskin akibat aksi pengepungan Israel.
Diproduksi oleh Xinhua Global Service