BALI – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan para anggota Kelompok 20 (G20) pada Rabu (24/8) memperingatkan dalam sebuah pertemuan di Bali tentang potensi “pandemi senyap” resistansi antimikroba (antimicrobial resistance/AMR) yang dipicu oleh overdosis obat dan antibiotik.
Pertemuan ini merupakan acara sampingan dari pertemuan ketiga Health Working Group (Kelompok Kerja Kesehatan) G20, yang diadakan mulai Senin (22/8) hingga Selasa (23/8).
Jurnal Lancet yang diterbitkan pada Januari mengatakan bahwa infeksi resistan terhadap obat mengakibatkan 1,27 juta kematian pada 2019, lebih banyak dari HIV/AIDS (864.000 kematian) atau malaria (643.000 kematian).
Asisten Direktur Jenderal Divisi AMR di WHO Hanan Balkhy mengatakan sistem kesehatan yang lebih kuat penting untuk mengatasi AMR dan memastikan bahwa antimikroba tetap efektif untuk generasi mendatang.
HANAN BALKHY, Asisten Direktur Jenderal untuk Divisi AMR di WHO:
“Faktanya adalah kita semua bertanggung jawab atas tantangan AMR ini, semua negara, dan semua sektor. Dan itu hanya dapat diselesaikan dengan pengakuan berani dan transparan terhadap tantangan serta berbagi keberhasilan dan kegagalan sehingga kita dapat melangkah maju bersama-sama dan lebih cepat.”
Wakil Menteri Kesehatan Republik Indonesia Dante Harbuwono mengatakan sejak ditemukannya antimikroba untuk mengobati atau mencegah penyakit, jutaan orang telah terhindar dari penyakit. Namun, antimikroba saat ini sering diperoleh tanpa resep dokter atau disalahgunakan pada manusia, hewan, tumbuhan, dan lingkungan.
DANTE HARBUWONO, Wakil Menteri Kesehatan Republik Indonesia:
“Ke depan, kita tidak punya pilihan selain mempercepat upaya dalam mengatasi AMR untuk mengakselerasi kemajuannya. Negara-negara G20 berada dalam posisi yang baik untuk mendorong pencegahan dan pengendalian AMR yang berkelanjutan di tingkat nasional dan global.”
Koresponden Kantor Berita Xinhua melaporkan dari Bali, Indonesia. (XHTV)