SURABAYA, WB – Dua mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Surabaya Kristiawan Manik dan Ricky Nathaniel Joevan menciptakan helm anti ngantuk. Mereka termotivasi karena tingginya angka kecelakaan karena mengantuk saat mengendarai motor.
Temuan yang tidak lolos dalam Pekan Ilmiah Mahasiswa (Pimnas) 2014 di Surabaya ini justru meraih medali emas dalam ajang International Invention Inovation and Design di Universiti Teknologi Mara Segamat, Johor, Malaysia pada 20 Agustus 2014.
Karya dua putra bangsa ini mampu mengalahkan mengalahkan 112 peserta dari Amerika, Swedia, Australia, dan tuan rumah Malaysia. ”Kami satu-satunya peserta dari luar yang meraih emas. Tidak nyangka juga karena inovasi peserta lainnya juga bagus,” ujar Ricky.
Lantas bagaimana cara kerja helm inovatif ini? Penampakan helm ini tidak beda dengan helm pada umumnya. Hanya terlihat kabel sepanjang 1 meter menjulur ke luar helm, sementara perangkat modular yang disebut Anti Drowsing System (Androsys) tersimpan di dalamnya.
Ricky menjelaskan, Androys bekerja berdasarkan denyut nadi. Umunya, denyut nadi seseorang dalam kondisi normal adalah 80 denyut per menit. Jumlah ini akan menurun ketika orang tersebut mengantuk. “Ketika jumlah denyut nadi itu menyusut, ujar dia, saat itulah Androsys bekerja,” ujar Ricky.
Saat dikenakan, bila denyut nadi yang terukur kurang dari 80, maka mikro-controler di Androsys akan mengirimkan pesan yang menggerakkan vibrator di dalam helm. ”Getaran inilah yang berfungsi agar pemakainya tidak jadi mengantuk,”jelas Ricky.
Menurut Ricky, rangkaian Androsys terdiri dari tiga bagian, yakni input, prosesor, dan vibrator. Bagian input beruba sensor denyut nadi, yang akan dipasang pada pergelangan tangan menggunakan kabel.
Hasil bacaan sensor ini dikirimkan ke prosesor berupa mikro-controler yang berfungsi menghitung denyut nadi dan mengirimkan pesan getaran ke vibrator.
Rencananya temuan ini akan dipasarkan dengan Rp 500.000. Harga ini menurut Ricky cukup terjangkau karena hanya memakai sensor denyut nadi dan bukan sensor gelombang otak. Bila memakai sensor gelombang otak, harga sensornya saja sudah Rp 10 juta per unit. []