WARTABUANA – Aksi reuni 212 yang dilaksanakan beberapa waktu yang lalu, diakui menjadi sejarah (event) pengumpulan masa terbesar. Namun sayangnya aksi tersebut dimunculkan dengan isu politik, mengingat banyaknya spekulasi efek elektoral politik dari aksi 212 yang dilakukan menjelang pemilu presiden 2019.
Terkait hak tersebut, Analisis temuan terbaru hasil survei nasional LSI Denny JA, yang mencatat bahwa tidak banyak terjadi perubahan elektoral elektabilitas kedua pasangan capres-cawapres baik sebelum dan sesudah aksi reuni 212.
“Jadi pasca aksi reuni 212, tidak banyak mengubah elektabilitas pasangan capres-cawapres. Elektabilitas keduanya masih sama atau stabil dengan selisih elektabilitas diatas angka 20 persen, ” ujar analis LSI Denny JA, Adjie Alfaraby di Kantor LSI Denny JA, dibilangan Rawamangun, Rabu (19/12/2018).
Adjie menjelaskan ada lima alasan mengapa efek 212 tidak mempunyai pengaruh besar dalam elektabilitas 212. Yang pertama adalah, mayoritas pemilih yang suka dengan reuni 212 sudah memiliki sikap sendiri yang sulit dipengaruhi oleh Habib Rizieq Shihab terutama terkait soal NKRI bersyariah.
“Sebesar 83,2 persen mengatakan lebih pro dengan konsep NKRI, yang berdasarkan Pancasila saat ini. Hanya sebesar 12,8 persen dari mereka yang suka dengan reuni 212 yang menyatakan pto dengan NKRI bersyariah,” ujar Adjie.
Alasan kedua lanjut dia adalah, pasca reuni 212, ada sebagian pemilih yang datang ke Prabowo-Sandi dan ada juga yang pergi. Pasca reuni pemilih mengaku berafiliasi dengan 212 diakui ada peningkatan dari 74,8% menjadi 82,6% pada Desember 2018.
“Dipemilih NU pada November, dukungan Prabowo – Sandi sebesar 30,2% dan pasca reuni 212 dukungan Prabowo – Sandi malah menurun menjadi 30,8%, ” jelas Adjie.
Untuk alasan ketiga lanjut Adjie adalah, kepuasan terhadap kinerja Jokowi secara umum yang dinilai masih cukup tinggi. Survei LSI Denny JA, Desember 2018, menunjukan bahwa mereka menyatakan puas dengan terhadap kinerja Jokowi.
“Ada kenaikan kepuasan atas kinerja Jokowi pada November 2018, yang mencapai 69,4 %. Artinya reuni 212 tidak banyak berpengaruh, ” ulasnya.
Alasan keempat, lanjut Adjie, melihat pada sosok Ma’ruf Amin yang dinilai bisa menjadi jangkar Jokowi bagi pemilih muslim. Masukny Ma’ruf Amin, kata Adjie, menjadi benteng bagi Jokowi menangkal isu – isu identitas yang berpotensi menggerus elektabilitas Jokowi.
“Dalam hal ini jelas karena cawapresnya seorang pemimpin ulama, ” katanya.
Alasan kelima kata Adjie, adalah Sosok Jokowi yang berbeda dengan Ahok. Survei LSI Denny JA, menemukan bahwa publik melihat Jokowi bukanlah musuh bersama umat Islam.
” Oleh karena itu gerakan reuni 212, tidak bisa digunakan untuk menjadikan Jokowi musuh bersama. Hal tersebut didukung sebesar 74,6% yang menilai gerakan 212 tidak bisa menjadikan Jokowi sebagai common enemy pemilih muslim, ” tutup Adjie.
Hasil survei ini menggunakan Metodologi sampling multistage random sampling, dengan jumlah responden awal 1200 responden, dengan wawancara tatap muka dan menggunakan kuesioner, dengan margin of error 2,8 persen dengan riset kualitatif.[]