WASHINGTON – Bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve, yang juga dikenal sebagai The Fed, diperkirakan bakal mempertahankan kebijakan moneter ultralonggarnya karena pemulihan ekonomi masih jauh dari tuntas, kata sejumlah analis.
“Kami memperkirakan The Fed akan mempertahankan suku bunga kebijakan pada kisaran antara nol dan 0,25%, tanpa mengubah forward guidance (arah kebijakan ke depan) bank sentral terkait pembelian aset,” menyusul rapat kebijakan yang berlangsung dua hari dan dijadwalkan berakhir pada Rabu (28/4), ujar Joseph Brusuelas, kepala ekonom di firma akuntan dan konsultan RSM US LLP.
“Dalam konferensi pers usai rapat tersebut, kami memperkirakan Gubernur Federal Reserve Jerome Powell akan terus menekankan kesabaran The Fed dan pendekatan hasil yang diterapkan bank sentral terkait target inflasi rata-rata fleksibelnya dan definisinya tentang lapangan kerja penuh (full employment),” tulis Brusuelas pada Senin (26/4) dalam sebuah unggahan blog.
Meskipun lapangan kerja, penjualan retail, dan pasar perumahan di AS semuanya telah menunjukkan ekspansi sejak rapat The Fed terakhir pada Maret lalu, Diane Swonk, kepala ekonom di Grant Thornton, sebuah firma akuntan besar, memperkirakan Powell akan memfokuskan perhatian pada “masih seberapa jauh kita dari pemulihan penuh” dalam konferensi pers yang dijadwalkan Rabu sore waktu setempat.
“Akan dibutuhkan kenaikan lapangan kerja (employment gain) seperti angka Maret lalu selama lebih dari setahun untuk dapat mengembalikan apa yang hilang akibat krisis ini dan mengembalikan perekonomian ke tren yang kita capai sebelum pandemi melanda,” tulis Swonk pada Minggu (25/4) dalam sebuah analisis.
“Para pejabat The Fed tahu bahwa semakin lama mereka membiarkan ekspansi berjalan, semakin baik hasilnya bagi sebagian besar pekerja yang paling terpinggirkan,” lanjut Swonk.
The Fed berjanji akan mempertahankan tingkat suku bunga acuannya di level terendah sepanjang masa, yaitu hampir nol, sambil meneruskan program pembelian aset setidaknya dengan laju saat ini, yaitu 120 miliar dolar AS (1 dolar AS = Rp14.497) per bulan, sampai pemulihan ekonomi mencatatkan “kemajuan lebih lanjut yang substansial.”
Para ekonom di Wells Fargo Securities yakin bahwa pasar tenaga kerja AS akan harus “menguat secara signifikan” sebelum The Fed mulai secara terbuka mempertimbangkan pengurangan pembelian aset.
“Walaupun partisipan pasar begitu antusias mencari petunjuk tentang kapan pengurangan pada akhirnya akan terjadi, kami menduga FOMC akan tetap bungkam mengenai hal itu dalam rapat mendatangnya,” tulis para ekonom dalam sebuah laporan terbaru, merujuk pada Komite Pasar Terbuka Federal (Federal Open Market Committee/FOMC), komite pembuat kebijakan di The Fed.
“Saya pikir, The Fed ingin menunggu sampai kita melampaui rebound awal perekonomian sebelum engganti kebijakan,” tutur Tim Duy, kepala ekonom AS di SGH Macro Advisors.
Setelah perekonomian AS pulih dengan kuat dari pandemi COVID-19, The Fed mungkin bakal mengumumkan bahwa pihaknya akan mulai mengurangi pembelian aset sebelum akhir tahun, menurut survei terhadap 49 ekonom yang dirilis Bloomberg pada Senin.
Sekitar 45 persen ekonom memperkirakan The Fed bakal mengumumkan pengurangan tersebut pada kuartal keempat tahun ini, sedangkan 14 persen lainnya berpendapat itu akan terjadi pada kuartal ketiga, tunjuk hasil survei.
Sebuah survei baru-baru ini dari Asosiasi Nasional untuk Ekonomi Bisnis (National Association for Business Economics/NABE) juga menunjukkan bahwa 95 persen panelis memperkirakan Produk Domestik Bruto (PDB) riil AS akan naik minimal 3 persen dari kuartal pertama 2021 hingga kuartal pertama 2022. Perekonomian AS terkontraksi 3,5 persen pada 2020 akibat pandemi. [Xinhua]