TOKYO – Sekitar 1.500 bisnis di Jepang bangkrut atau ditutup karena dampak pandemi COVID-19, menurut perusahaan riset kredit Teikoku Databank pada Kamis (27/5).
Angka terbaru itu, yang mencakup periode sejak Februari tahun lalu hingga saat ini, menunjukkan bahwa sejumlah bisnis telah menyatakan kebangkrutan, atau ditutup untuk mempersiapkan proses likuidasi. Menurut perusahaan riset tersebut, restoran dan kedai makan merupakan sektor yang paling terdampak dengan 250 bisnis tercatat mengalami pailit dalam periode itu, diikuti oleh industri konstruksi dengan 140 menyatakan bangkrut dan sektor akomodasi dengan 89 gagal melanjutkan operasi.
Teikoku Databank mengatakan bahwa setiap bulan, jumlah bisnis yang bangkrut telah meningkat sejak Januari tahun ini, sehubungan dengan pemerintah yang mengumumkan status keadaan darurat COVID-19 kedua untuk Tokyo dan prefektur-prefektur di sekitarnya. Langkah darurat itu antara lain mengharuskan bar dan restoran di beberapa wilayah perkotaan besar, termasuk Tokyo, untuk menutup jam operasional mereka lebih awal, orang-orang harus bekerja dari jarak jauh, tidak melintasi batas prefektur, dan menahan diri untuk tidak melakukan perjalanan luar ruangan yang tidak perlu.
Industri di luar tempat makan dan akomodasi juga terkena dampak negatif, sebut Teikoku Databank, seperti restoran atau hotel yang terpaksa tutup, juga perusahaan-perusahaan lebih kecil seperti perusahaan listrik yang melakukan pekerjaan pemeliharaan untuk bisnis yang lebih besar jatuh bangkrut. Ke depannya, perusahaan riset itu menuturkan bahwa Jepang, yang berada dalam cengkraman gelombang keempat penularan COVID-19, akan menghadapi jumlah kasus kebangkrutan yang semakin meningkat. [Xinhua]