WASHINGTON – Militer Amerika Serikat (AS) pada Jumat (17/9) mengakui bahwa serangan pesawat nirawak atau drone AS pada akhir Agustus di Kabul, Afghanistan, menewaskan 10 warga sipil, termasuk tujuh orang anak.
“Setelah meninjau secara menyeluruh temuan-temuan penyelidikan dan analisis pendukung yang dilakukan oleh mitra antarlembaga, kini saya yakin bahwa sebanyak 10 warga sipil, termasuk hingga tujuh anak, tewas secara tragis dalam serangan itu,” ujar Kenneth McKenzie, Komandan Komando Pusat AS, kepada sejumlah wartawan dalam konferensi pers Pentagon.
“Sekarang kami menilai bahwa tidak mungkin kendaraan dan mereka yang tewas memiliki hubunan dengan ISIS-K, atau merupakan ancaman langsung bagi pasukan AS,” tambahnya.
Sang jenderal mengakui serangan mematikan tersebut merupakan “kesalahan yang tragis.” “Sebagai komandan kombatan, saya bertanggung jawab penuh atas serangan ini dan dampak yang tragis ini.”
Komando Pusat AS mengatakan pada 29 Agustus bahwa pihaknya meluncurkan serangan drone terhadap sebuah kendaraan di Kabul, yang diklaim telah melenyapkan ancaman “yang akan terjadi”, yang ditimbulkan oleh ISIS-K, sebuah cabang ISIS yang berbasis di Afghanistan, terhadap Bandar Udara Internasional Hamid Karzai, lokasi di mana evakuasi para anggota militer dan personel AS sedang berlangsung.
Mark Milley, Ketua Kepala Staf Gabungan AS, menyebutnya sebagai “serangan yang layak” dengan prosedur yang diikuti dengan benar.
Beberapa laporan media kemudian menyatakan militer AS mungkin telah menyerang target yang salah dalam serangan tersebut, yang mengakibatkan jatuhnya korban sipil.
Penyelidikan terpisah oleh The New York Times dan The Washington Post mengidentifikasi pengemudi kendaraan sebagai Zemarai Ahmadi, seorang insinyur listrik berusia 43 tahun yang bekerja untuk Nutrition and Education International, sebuah kelompok bantuan AS yang berbasis di Pasadena, California.
“Kini kami tahu bahwa Ahmadi tidak punya hubungan dengan ISIS-Khorasan,” ujar Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin dalam sebuah pernyataan pada Jumat. “Kegiatannya pada hari itu sama sekali tidak membahayakan dan benar-benar tidak terkait dengan ancaman yang kami yakini akan kami hadapi, dan bahwa Ahmadi sama seperti korban tak bersalah lainnya yang tewas secara tragis.”
“Kami meminta maaf, dan kami akan berusaha belajar dari kesalahan mengerikan ini,” tambahnya.
Kepala Pentagon itu juga menyebutkan bahwa dia telah meminta peninjauan lebih lanjut dari penyelidikan yang baru saja diselesaikan oleh Komando Pusat AS untuk menentukan apakah “langkah-langkah akuntabilitas” perlu diambil serta menuntut otoritas dan prosedur untuk diubah di masa depan.
Komando Pusat pada 30 Agustus mengumumkan pihaknya telah menuntaskan penarikan pasukan AS dari Afghanistan, mengakhiri 20 tahun keberadaan militer AS di negara itu, setelah evakuasi bermasalah yang menuai kritik keras dari dalam maupun luar negeri.
AS mengumumkan “Perang Melawan Teror” dan menginvasi Afghanistan pada 2001, segera setelah beberapa teroris al-Qaida membajak pesawat penumpang dan melakukan serangan bunuh diri terhadap AS, yang menewaskan hampir 3.000 orang di wilayahnya.
Selama bertahun-tahun, Washington memperluas peperangan ke beberapa negara lain, sangat bergantung dengan serangan drone untuk pembunuhan tertarget. Serangan drone dan serangan udara AS telah menewaskan sedikitnya 22.000 warga sipil selama dua dekade terakhir, menurut pengawas Airwars. [Xinhua]