NEW DELHI – Partai Kongres, oposisi utama di India, pada Sabtu (3/7) menuntut Komite Parlemen Gabungan (Joint Parliamentary Committee/JPC) untuk menyelidiki kesepakatan pembelian jet tempur Rafale, seraya mengatakan penyelidikan itu merupakan satu-satunya cara untuk menemukan kebenaran soal “korupsi” dalam pembelian jet-jet tempur itu.
Partai tersebut mengatakan Perdana Menteri Narendra Modi harus bertindak dan memerintahkan penyelidikan atas kesepakatan itu.
Tuntutan itu muncul setelah situs web investigasi Prancis Mediapart melaporkan bahwa seorang hakim Prancis telah ditunjuk untuk memimpin penyelidikan yudisial yang “sangat sensitif” atas dugaan “korupsi dan pilih kasih” dalam penjualan 36 pesawat tempur Rafale buatan Dassault senilai 7,8 miliar euro (1 euro = Rp17.218) ke India pada 2016.
“Mengingat pengungkapan terbaru tersebut, (pembelian ini) menjadi semakin penuh skandal,” kata pernyataan yang dirilis oleh Partai Kongres. “Fakta-fakta tersebut saat ini jelas membutuhkan penyelidikan menyeluruh JPC dalam penipuan Rafale.”
Juru bicara Partai Kongres Randeep Surjewala mengatakan karena masalah ini berkaitan dengan keamanan dan identitas nasional, penyelidikan JPC yang adil dan independen adalah satu-satunya jalan keluar dan bukan oleh Mahkamah Agung.
“Ketika pemerintah Prancis mengakui terdapat korupsi dalam kesepakatan itu, mengapa penyelidikan JPC tidak dilakukan di negara tempat korupsi itu terjadi?” tandas Surjewala. “Akankah perdana menteri, seperti di Prancis, saat ini memberi jawaban kepada negara dan memberi tahu kapan dia akan menyerahkan (penyelidikan) pemerintahannya ke penyelidikan JPC atas penipuan Rafale ini?”
Surjewala mengatakan penyelidikan JPC akan dapat memanggil saksi dan akan dapat memiliki akses ke semua dokumen pemerintah yang tidak pernah bisa dilihat oleh Mahkamah Agung atau Komisi Kewaspadaan Pusat.
India pada 2016 menandatangani kesepakatan dengan Prancis untuk membeli 36 jet tempur Rafale dalam upaya meningkatkan citra militer negara itu.
Kongres dan sejumlah partai oposisi lainnya menuduh Partai Bhartiya Janta (BJP) yang berkuasa telah melakukan korupsi besar-besaran saat memfinalisasi kesepakatan itu dan menuntut penyelidikan JPC atas masalah tersebut. [Xinhua]