“Oleh karenanya, IPEF dirancang untuk mengusulkan semacam agenda ekonomi positif, tetapi sebenarnya, sebuah pengganti lemah yang hanya akan memperlambat integrasi ekonomi yang lebih dalam sebagian besar negara Asia dengan China,” demikian dilaporkan Foreign Policy.
NEW YORK CITY, Pemerintahan Joe Biden memanfaatkan konferensi tingkat tinggi (KTT) pekan lalu dengan para pemimpin Asia Tenggara untuk membicarakan Kerangka Kerja Ekonomi Indo-Pasifik (Indo-Pacific Economic Framework/IPEF) mendatang, yang mencoba memperbaiki keengganan baru Washington untuk merundingkan jenis kesepakatan perdagangan pembukaan pasar yang disukai para pemimpin Asia, demikian dilaporkan lapor Foreign Policy (FP) pada Rabu (11/5).
Kali pertama diperdebatkan tahun lalu, gagasan tersebut dicanangkan oleh sejumlah pejabat Amerika Serikat (AS) untuk mengisi lubang menganga yang terdapat dalam strategi Indo-Pasifik Washington ketika presiden AS saat itu, Donald Trump, keluar dari Perjanjian Komprehensif dan Progresif untuk Kemitraan Trans-Pasifik (Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership/CPTPP) pada 2017, kata laporan tersebut, yang ditulis oleh James Crabtree, seorang kolumnis FP.
Biden dan timnya “dengan aspek apa pun yang menentang CPTPP, memandang kesepakatan perdagangan semacam itu sebagai rute pasti menuju bencana politik dalam negeri. Oleh karenanya, IPEF dirancang untuk mengusulkan semacam agenda ekonomi positif, tetapi sebenarnya, sebuah pengganti lemah yang hanya akan memperlambat integrasi ekonomi yang lebih dalam sebagian besar negara Asia dengan China,” menurut laporan tersebut.
“Tanda-tanda IPEF tidak menjanjikan,” ujar Crabtree, yang juga menjabat sebagai direktur eksekutif International Institute for Strategic Studies-Asia. Kerangka kerja ini berfokus pada berbagai bidang mulai dari ketahanan rantai pasokan dan energi bersih hingga perpajakan dan korupsi serta aturan-aturan baru untuk perdagangan yang “adil dan tangguh”, seperti meminta para mitra mengikuti standar ketenagakerjaan yang tinggi.
Karena pemerintahan itu telah berjanji untuk melindungi pekerja dan produsen dalam negeri, yang mengharuskan membentengi mereka dari persaingan asing, IPEF tidak menawarkan akses pasar AS. Bagi negara-negara Asia Tenggara, “ini adalah kesepakatan ekonomi yang merugikan,” tambah kolumnis tersebut dalam artikelnya. [Xinhua]