LANZHOU – Fei Jixian, seorang lansia etnis Hui berusia 67 tahun, sudah bangun sejak pukul 04.00. Ketika matahari pagi terbit, dia telah menyelesaikan mandi wajib dan pergi ke Masjid Nanguan di Lanzhou, ibu kota Provinsi Gansu, untuk menunaikan ibadah salat Idul Fitri.
Hari itu, Kamis (13/5), hampir 1,8 juta masyarakat etnis Hui, Dongxiang, Baoan, Salar, dan Kazakh di Provinsi Gansu menyambut datangnya Idul Fitri. Fei Jixian telah lama menantikan hari raya itu. Tahun lalu, akibat pandemi COVID-19, banyak pertemuan sosial diurungkan, dan Fei Jixian serta istrinya hanya menghabiskan Idul Fitri di rumah. Sejak itu, dengan membaiknya situasi pencegahan dan pengendalian epidemi, berbagai kegiatan sosial pun berangsur digelar, dan Masjid Nanguan kini dibuka kembali.
Saat mendekati lingkungan masjid, Fei Jixian mengenakan masker dan ikut masuk bersama jemaat lainnya. Selain spanduk hijau “Selamat Merayakan Idul Fitri Bagi Seluruh Kaum Muslim”, Masjid Agung juga memasang spanduk bertuliskan seperti “Pakai Masker” dan “Lakukan Kewajiban Sebaik-baiknya untuk Pencegahan dan Pengendalian Wabah”. Di pintu masuk, para pengurus masjid tak lupa mengukur suhu tubuh semua orang satu per satu.
Masjid Agung Nanguan, salah satu masjid tertua di Lanzhou, dibangun selama periode Hongwu dari Dinasti Ming dengan sejarah lebih dari 600 tahun. Dalam ingatan Fei Jixian, Masjid Nanguan merupakan representasi bangunan tradisional khas wilayah itu di China. Sampai saat ini, plakat “Masjid Kuno Halal” masih tergantung di gerbang yang berbentuk lengkung.
Di sekitar masjid, ketika kerabat dan teman lama bertemu, Fei Jixian tidak bersalaman tangan dengan semua yang ditemuinya. Pukul 08.00 waktu setempat, dipimpin Imam Ma Ruiping, semua orang melaksanakan ibadah Idul Fitri dengan khusyuk. Usai ibadah, Fei Jixian bergegas naik taksi untuk silaturahmi lainnya. Dia mengunjungi ibu mertuanya, Sha Cuiying (86). Begitu memasuki pintu, sebuah aroma yang lama dikenalnya langsung menyapa indera penciuman.
Fei Jixian mengatakan bahwa sejak dirinya masih bocah, setiap keluarga akan menggoreng minyak di rumah masing-masing kala Idul Fitri, sehingga seluruh jalanan dipenuhi wangi harum. Hari ini pun, Idul Fitri masih menjadi hari raya untuk reuni keluarga, dan kehangatan saling kunjung antarkerabat dan antarsahabat tidak pudar sama sekali. Bedanya, makanan yang dahulu hanya bisa disantap saat Idul Fitri kini dapat ditemui setiap saat.
Fei Jixian memiliki seorang putra dan seorang putri. Sang putra membuka restoran hidangan khas wilayah barat laut di Guangdong, sementara sang putri membuka sebuah hotel di Tibet. Anak-anak menelepon dan memberi tahu dirinya bahwa tahun ini bisnis sangat sibuk, sehingga mereka hanya bisa menghabiskan liburan dari dua lokasi berbeda. Fei Jixian berangsur-angsur terbiasa dengan situasi ini. Komunikasi via video dan WeChat menjadi kebiasaan baru selama Idul Fitri.
“Idul Fitri adalah perayaan yang luar biasa!” “Jaga kesehatan!” kata Fei Jixian ketika memutar video WeChat dan saling menyapa dengan putra-putrinya satu per satu, bersorak dan tertawa-tawa.
“Saya sangat senang jika para lansia sehat dan anak-anak bahagia,” ujarnya. Banyak cara untuk merayakan liburan, dan hati setiap orang dapat terus saling terhubung, pungkasnya. [Xinhua]