XIAMEN – September hampir berakhir, tetapi cuaca panas masih menyengat di Xiamen, sebuah kota pelabuhan di Provinsi Fujian, China timur. Dengan mengenakan rompi sukarelawan berwarna merah dan masker, Ana Vuksanovic, seorang guru bahasa Inggris asal Serbia, bercucuran keringat di bawah teriknya sinar matahari.
Ana biasa tiba di sekolah swasta tempatnya bekerja pada pukul 08.00 dan memulai kelas bahasa Inggrisnya pada pukul 09.00. Namun, lonjakan kembali kasus COVID-19 sekitar sepekan yang lalu membuat rutinitasnya benar-benar terganggu.
Ketika kasus baru terus bermunculan di Xiamen, kota itu pun bak pause. Tenaga kesehatan, pejabat pemerintah, polisi, dan sukarelawan dikerahkan untuk memerangi epidemi.
Tak sedikit pula warga asing yang hidup di kota indah ini turut bergabung dalam upaya tersebut. Vuksanovic menjadi salah seorang sukarelawan untuk tes asam nukleat di komunitas Shenshan yang mencatatkan 147 kasus terkonfirmasi COVID-19 pada Senin (20/9).
Xiamen sejauh ini telah menyelesaikan dua putaran pengujian di seluruh kota dan putaran ketiga masih berlangsung.
Sambil memegang selembar karton dengan kode respons cepat (quick response/QR) tercetak di atasnya, Vuksanovic mendatangi setiap orang di antrean untuk memindai kode, mendaftarkan informasi pribadi, dan mematuhi aturan jaga jarak satu meter.
“Saya ingin melakukan sesuatu untuk komunitas saya, terutama di saat-saat genting ini. Melakukan yang terbaik sangatlah penting demi membantu komunitas kembali normal,” kata Vuksanovic.
Tahun lalu, Vuksanovic menerima banyak bantuan dari masyarakat setempat ketika China dilanda virus tersebut.
“Petugas pelayan masyarakat menelepon saya secara berkala untuk mengingatkan tentang cara melakukan tindakan pencegahan, mereka memberikan saya masker dan sebagainya. Komunitas ini benar-benar sangat baik. Saya merasa sangat aman dan tentram,” kata Vuksanovic.
Vuksanovic mengaku dirinya melakukan pelayanan sukarela tersebut untuk membalas kebaikan masyarakat, dan dia yakin lonjakan kembali wabah itu akan segera berakhir berkat upaya bersama seluruh kota.
Zuzana Pavlonova dari Republik Ceko adalah sukarelawan lainnya yang aktif di garis depan tes asam nukleat di komunitas Guanren.
Dengan fasih berbahasa Mandarin, dia membantu para lansia mendaftarkan diri di lokasi pengujian.
Dia biasa tiba di lokasi pengujian pada pukul 07.00, dan berada di sana sampai pukul 20.00.
Pavlonova menuturkan ada grup obrolan WeChat bagi warga negara asing yang ingin melakukan pekerjaan sukarela di Xiamen. Lebih dari 30 warga asing dari negara-negara seperti Singapura, Jerman, dan Italia saling bertukar informasi tentang keinginan dan kebutuhan kota di grup tersebut.
“Menurut saya sebagian besar warga asing yang telah cukup lama tinggal di China sebenarnya merasa sangat nyaman tinggal di China. Masyarakat China sangat ramah, sehingga kami (warga asing) pun ingin memberikan sesuatu sebagai balas budi kepada masyarakat,” kata Pavlonova.
Dia memuji respons cepat Xiamen dalam memerangi epidemi, dan mengutarakan apresiasinya terhadap pembatasan ketat China untuk pengendalian dan pencegahan virus.
“Negara-negara lain mungkin punya gagasan yang berbeda. Ini soal prioritas. China memang ketat, dan ini juga menjadi alasan mengapa China sejauh ini menjadi negara terbaik dalam hal pengendalian epidemi.”
Dia juga memuji upaya China tahun lalu dalam membantu negara-negara lain mengatasi pandemi.
“Kita semua harus berterima kasih kepada China yang telah menyumbangkan masker, berbagi informasi dan pengalamannya dengan negara-negara dan kawasan lain untuk memerangi virus dengan berbagai cara. Kita adalah satu dunia, dan China telah memikul tanggung jawabnya,” ujar Pavlonova. [Xinhua]