WARTABUANA – Sebagai respon sekaligus tindakan antisipasi atas memudarnya Pancasila sebagai nilai dan falsafah hidup bangsa yang semakin memudar, giat pelatihan juru bicara Pancasila terus berlanjut.
Kali ini, Pelatihan Juru Bicara Pancasila berlanjut ke Serambi Madinah. Acara tersebut diadakan di Imperial Hotel Gorontalo pada kemarin siang (26/10) dan akan berlangsung hingga Senin (29/10) besok. Pelatihan ini juga sedang dilaksanakan paralel di kota Manado Sulawesi Utara.
Hasil penelitian Lingkaran Survei Indonesia (LSI Denny JA) menemukan data yang mengkhawatirkan. Pasalnya sejak tahun 2005, lalu 2010, 2015 hingga 2018, warga pro Pancasila terus menurun dari 85,2 persen menuju 75.3 persen.
Selama 13 tahun terakhir, dukungan warga kepada Pancasila menurun sekitar 10 persen. Di sisi lain, diera yang sama, pendukung NKRI bersyariah naik 9 persen. Publik yang pro NKRI bersyariah tumbuh dari 4,6% (2005) menjadi 13,2% (2018), 13 tahun kemudian.
“Meski kita mendeklarasikan sebagai Serambi Madinah dalam bingkai keberagaman Indonesia tetapi di Gorontalo sendiri isu-isu terkait toleransi dan keberagaman masih menjadi tema yang cukup asing dan jarang dibahas dalam diskusi-diskusi publik, ” papar Dikki Shadiq, koordinator partner lokal.
“Salah satu contoh kasus yang terjadi di Gorontalo, yaitu pelarangan pendirian rumah ibadah dan asrama mahasiswa Hindu. Ini menjadi keresahan kita saat ini,” ungkap Dikki.
Sementara itu, Milastri Muzakar, fasilitator KBI di Gorontalo berharap , usai pelatihan diharapkan peserta yang hadir sebagai juru bicara Pancasila bisa menjadi pemantik dan titik temu yang semakin mendekatkan jurang pemisah para pemuda lintas agama. Juga lebih sering berdialog dan me-marketing-kan nilai-nilai Pancasila untuk diamalkan sebagai pedoman bersama dalam bertoleransi, ” jelasnya.
Selama empat hari kegiatan, peserta akan dilatih menulis, berdebat dan manajemen media sosial. Pengelolaan media sosial menjadi salah satu titik tekan penting dalam pelatihan ini, menjadi aktif menebarkan gagasan positif di media sosial itu sangat perlu dan penting.
Seperti diketahui, saat ini ruang media sosial adalah ruang pertarungan yang sangat mempengaruhi opini publik. Banyak pihak yang dengan sengaja memproduksi ujaran kebencian dan hoaks untuk kepentingan politik sempit maupun kepentingan bisnis, sementara masyarakat kita cenderung mudah percaya begitu saja terhadap informasi yang beredar tanpa kecakapan literasi.[]