JAKARTA, WB – Pengamat ekonomi politik Ichsanuddin Noorsy menilai, langkah Presiden Jokowi menyerahkan nama-nama calon menteri untuk ditelusuri rekam jejaknya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak menyalahi Undang-Undang.
Menurutnya, KPK memang memiliki kewenangan untuk melakukan pencegahan korupsi. Salah satunya yakni dengan memberikan pertimbangan kepada Jokowi untuk bisa memilih calon menteri yang tidak ada indikasi terlibat korupsi.
“Jadi KPK kan sebenarnya hanya memberikan surat `kelakuan baik` kepada calon menteri, secara hukum tidak ada yang melanggar, karena KPK punya kewenangan untuk melakukan pencegahan,” ujar Noorsy, kepada Wartabuana, Jumat (24/10/2014).
Namun kata Noorsy, bisa saja langkah KPK untuk membantu Presiden Jokowi dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih mendapat cibiran dari masyarakat. Pasalnya, nama-nama yang dianggap tidak layak oleh KPK, bisa memberikan image buruk terhadap orang yang bersangkutan.
“Dampaknya nama baik orang tersebut sudah dipertaruhkan, sementara proses hukum belum dilakukan,” katanya.
Noorsy justru mengkhawatirkan, dibalik rencana Jokowi membentuk pemerintahan bersih, masih ada pihak-pihak yang punya kepentingan ekonomi di belakang Jokowi, yang menginginkan adanya pasar bebas atau neolibarlisme. Hal itu, disertai dengan perkembangan wacana bahwa Jokowi akan memilih Rini Soemarno dan Sri Mulyani sebagai menteri.
“Saya nggak mau mengatakan, mereka baik atau tidak tapi bagaimana rekam jejaknya, mereka pro pasar atau tidak,” tanyanya.
Kalau Jokowi benar-benar ingin menegaskan prinsip Tri Sakti yang dimiliki Soekarno. Jokowi mestinya berani mengangkat menteri-menteri yang bisa menjaga amat konstitusi yang mewajibkan untuk menjaga kedaulatan ekonomi, dan kedaulatan politik. “Korupsi konstitusi itu jauh lebih bahaya dari pada korupsi uang, karena konstitusi dasar aturan hukum negara,” jelasnya. []