JAKARTA, WB – Isu SARA memang paling mudah digunakan untuk memprovokasi masyarakat. Jika tidak `dikelola` dengan baik, isu SARA bisa mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kelalaian penerbit PT Suara Agung yang mencetak Al Quran `tanpa` surat Al Maidah ayat 51-57 juga harus dituntaskan dengan bijak.
Terungkapnya Al Quran bermasalah itu berawal dari laporan KH. Basith, pengurus Masjid Assifa Desa Sukamaju, Kecamatan Megamendung, Bogor, Jawa Barat, mendapati Al Quran tanpa Al-Maidah ayat 51-57 pada Selasa 23 Mei 2017.
Penemuan itu kemudian menajdi viral di media sosial. LPMQ Kemenag mengambil langkah cepat dengan mengontak dan menyurati PT Suara Agung selaku penerbit. Kepala LPMQ meminta penerbit memeriksa sisa stok Alquran yang terdapat kesalahan untuk dimusnahkan.
Kemenag juga perintahkan agar mushaf yang sudah beredar dan terdapat kesalahan ditarik dari peredaran dan dimusnahkan.
Beredarnya Al Quran `cacat` tersebut mendapat komentar dari banyak kalangan yang umumnya meminta agar kasusnya segera dituntaskan dan pelakunya diberi hukuman setimpal. Bahkan ada sekelompok orang menuding perbuatan tersebut masuk katagori penistaan agama.
Ketua Komisi VIII DPR RI Ali Taher akan menindaklanjuti terbitnya Al Quran tersebut pada rapat kerja dengan Menteri Agama. “Penerbit sewajarnya meminta maaf,” ujar Ali, Sabtu (27/5/2017).
Ali setuju Alquran yang sudah beredar itu ditarik kembali. Tujuannya agar masyarakat tidak dirugikan karena berkurangnya isi kitab suci umat muslim tersebut.
Ali mendesak kasus tersebut diselidiki meskipun pihak penerbit, dalam hal ini PT Suara Agung, telah menyikapi kesalahan itu. Tidak hanya dari unsur Kementerian Agama, tetapi juga oleh Majelis Ulama Indonesia.
Bahkan Wakil Ketua Komisi VIII DPR Iskan Qolba Lubis mendesak, Menteri Agama Lukman Hakim melakukan investigasi. Bila terdapat unsur kesengajaan, maka PT Suara Agung bisa diproses secara hukum, karena diduga melakukan penodaan agama.
“Menteri Agama harus lakukan investigasi kalau umpamanya ada unsur kesengajaan itu harus diproses secara hukum. Karena dalam Al Quran ini kan jangan sampai dipermainkan, karena ini akan menjadi penistaan agama juga,” kata Isqan.
Setelah kasus ini ditangani Kemenag, PT Suara Agung dalam rilisnya mengakui bahwa pada 2015 telah menerbitkan `Alquran dan Terjemah dengan Panduan Waqaf & Ibtida`. Pada cetakan pertama, ternyata ditemukan kekeliruan penempatan materi pada halaman 113 – 117 dalam proses pencetakan karena human error.
“Pada hari yang sama saat kami mengetahuinya, kami telah melakukan penarikan saat mushaf tersebut baru terdistribusi 400 exp. Namun, ternyata tidak dapat seluruhnya tertarik karena satu dan lain hal sebagian telah dimiliki masyarakat,” jelas Direktur Suara Agung Fauzi Fadlan.
Adapun hasil penarikan ditambah stok mushaf yang telah selesai cetak sejumlah 5.480 eksemplar telah dimusnahkan. Sedangkan cetakan pertama yang terbit pada 2015 itu telah diperbaiki, lalu dicetak ulang dan didistribusikan.
Kemudian, cetakan kedua pada 2015, sedang cetakan ketiga pada 2016. PT Suara Agung juga menyampaikan permohonan maaf dan mengakui kekhilafannya.
Menyikapi kasus ini Menteri Agama telah memberikan dua sanksi terhadap pihak penerbit yang telah melakukan kesalahan dalam mencetak kitab suci umat Islam tersebut.
Lukman menuturkan, sebelumnya pihaknya telah melakukan pemanggilan terhadap pihak PT Suara Agung. Pemanggilan tersebut dilakukan untuk meminta keterangan dan pertanggungjawaban terkait kesalahan cetak tersebut. Kata dia, pihak perusahaan telah mengakui atas kesalahannya.
“Yang bersangkutan telah menyatakan kekhilafannya dan karenanya kemudian kami meminta agar penerbit untuk menarik semua Al-Quran yang beredar di masyarakat,” ujarnya.
Sementara, lanjut dia, Al-Quran salah cetak yang belum diedarkan juga diminta untuk segera dimusnahkan lantaran dapat mengganggu umat Islam yang akan membaca Al-Quran.
“Jadi itulah bentuk sanksi yang diberikan oleh Kemenag kepada penerbit. Pertama adalah meminta mereka untuk menarik seluruh Al-Quran yang terlanjur beredar di tengah-tengah masyarakat dan yang kedua memusnahkan seluruh Al-Quran yang belum sempat diedarkan dan kita akan terus memantau, mengawasi. Bagaimana pelaksanaan dari kedua sanski itu,” katanya.
Menurut Lukman, kesalahan penerbit dalam mencetak Al Quran tersebut lebih kepada kesalahan dalam menata halaman. “Jadi itu kan kenyataannya bahwa ayat-ayat yang diduga hilang itu ternyata kan tertukar, ada di halaman yang berbeda begitu penempatannya. Jadi ini lebih pada kesalahan menata halaman demi halaman dari Al-Quran itu sendiri,” jelasnya. []