JAKARTA, WB – Sedikitnya ada empat tantangan untuk meningkatkan peran pendidikan dalam pembangunan karakter bangsa. Jika kita bisa mengelolanya dengan baik, akan lahir generasi-generasi unggulan di masa depan.
Tema itulah yang menjadi bahasan dalam Focus Group Discussion (FGD) seri ke-4 bertajuk ‘Strategi Kebudayaan Kontekstual dalam Pembangunan Karakter Bangsa’ yang diadakan Persatuan Purnawirawan TNI-AD (PPAD), Forum Komunikasi Putra-putri Purnawirawan TNI-Polri (FKPPI), dan Yayasan Suluh Nusantara Bhakti (YSNB), di kawasan Senayan, Jakarta, Selasa (3/10/2017).
Diskusi ini dalam rangkaian menjelang Simposium Nasional Kebudayaan bertema ‘Pembangunan Karakter Bangsa untuk Melestarikan dan Mensejahterakan NKRI Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945′ pada November 2017.
Staf Ahli Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bidang Inovasi dan Daya Saing Ananto Kusuma Seta menegaskan, model pendidikan karakter yang ditetapkan pemerintah yang tertuang dalam Perpres No. 87/2017 tidak bersifat menyeragamkan.
Ia mencontohkan pada tahun ajaran 2018/2019, akan ada dua bentuk rapor sekolah yaitu akademik dan kepribadian. Kegiatan-kegiatan peserta didik di luar sekolah terkait pendidikan karakter akan jadi objek penelitian.
Menurut Ananto Kusuma Seta, paling sedikit ada empat tantangan yang perlu diperhatikan untuk selanjutnya digunakan untuk merumuskan kecakapan apa yang perlu dibekalkan kepada siswa untuk sukses di masa depan.
“Pertama adalah globalisasi, kedua adalah Revolusi Industri keempat, Ketiga adalah pemenuhan kebutuhan domestik Indonesia dan keempat adalah hadirnya generasi milenial Indonesia,” paparnya.
Lebih dalam Ananto Kusuma Seta menjelaskan, hadirnya generasi milenial Indonesia sangat berbeda dengan generasi sebelumnya. Generasi milenial adalah generasi yang cerdas, pembelajar cepat, dan pengguna aktif sosial media.
“Pertanyaannya bagaimana mendidik mereka yang mayoritas berkeinginan pembelajaran menggunakan teknologi. Mereka juga menginginkan pembelajaran yang menumbuhkan kreativitas dengan memberi kesempatan siswa untuk mengemukakan pendapat dan mendambakan pekerjaan rumah yang menantang dan bisa menumbuhkan bakatnya,” tegasnya.
Sementara itu, Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Komarudin Hidayat, yang juga menjadi narasumber memaparkan topik ‘Pendidikan sebagai Penjuru dalam Pembangunan Karakter Bangsa’.
Menurutnya, para orangtua dan sekolah dihadapkan pada kondisi sosial yang selalu bergerak mengikuti logika dan selera pasar. Pola asuh anak yang sebelumnya masih dikontrol kuat oleh lingkungan keluarga, masyarakat, dan budaya homogen, kini telah bergeser.
“Masyarakat saat ini terpapar simbol-simbol yang tidak mewakili realitas sejati, tapi justru dianggap sebagai kenyataan. Gejala itu tampak terlihat dari kecenderungan memandang karakter seseorang berdasarkan status sosial dan konsumsi barang,” paparnya.
Kecenderungan itu, tegasnya, bisa berdampak buruk bagi pendidikan karakter karena identitas dibentuk mengikuti logika pasar. Seharusnya, pendidikan karakter membawa bangsa ini sebagai subyek. Karenanya, pilar pendidikan ini harus diformulasi ulang.[]