JAKARTA, WB – Terkait adanya wacana program sertifikasi bagi khatib yang akan memberikan khotbah shalat Jumat, Wakil Presiden Jusuf Kalla menganggap kalau rencana tersebut, bukanlah hal yang mudah direalisasikan.
Wacana yang pertama kali dimunculkan oleh Menteri Agama itu, dengan nilai JK masih perlu dikaji ulang. Pasalnya kata dia Dakwah di Indonesia itu merupakan dakwah komunitas, masyarakat.
“Jadi memang tidak mudah untuk mengatur itu,” kata JK di kantornya, Jumat (3/2/2017).
Selain itu menurut JK, hal lainnya yang juga harus dipertimbangkan adalah, jumlah masjid di Indonesia sangat banyak. Sehingga jumlah khatib Jumat masjid bisa menjadi dua kali lipat berbanding jumlah masjid yang ada.
“Karena masjid saja ada hampir satu juta, jadi mubalighnya bisa bisa dua jutaan. Jadi tidak mudah menyertifikasi itu,” ungkapnya.
Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) ini menambahkan, lembaganya telah melakukan langkah untuk menekan banyaknya khatib yang memberikan khotbah yang dianggap profokatif. Hal tersebut dilakukan dengan cara klasifikasi para mubaligh.
“Misalnya ahlinya bidang tafsir, ini ahlinya bidang fiqh. Sehingga, apabila ada masjid atau masyarakat ingin mencari, sudah ketahuan ini yang sebaiknya diundang,” paparnya.
Selain itu menurut, JK masyarakat juga sebenarnya menilai para mubaligh tersebut. Penilaian mengacu pada khotbah yang di bawakan oleh para mubaligh.
“Kalau dia macam-macam, ya tidak diundang lagi oleh masyarakat,” katanya.
Sebelumnya Menteri Agama, Lukman Hakim Saifudin mewacanakan program sertifikasi penceramah khotbah Jumat. Wacana itu digagas berdasarkan keluhan masyarakat yang merasa isi khotbah Jumat berisikan ejekan kepada satu kelompok.[]