WARTABUANA – Partai Nasdem yang sejak awal mendukung Jokowi menjadi Presiden RI pada Pilpres 2014 dan 2019, rupanya tidak sabar menunggu Jokowi menyelesaikan masa jabatan presidennya yang ke-2, dengan mendeklarasikan Anies Baswedan menjadi Capres jauh sebelum waktunya pilpres 2024 tiba.
Sejak itu terjadilah desakan untuk mereshufle kabinet dengan mengeluarkan kader-kader Nasdem dari Kabinet. Namun baru pada awal Desember Presiden Jokowi mengeluarkan signal akan mengadakan reshuffle yang kemudian diulanginya pada pertengahan Desember ini.
Robinson Napitupulu, anggota Dewan Pembina SOKSI memandang rencana reshuffle kabinet sebagai langkah taktis pasca pandemi Covid-19. Indonesia telah dinilai berbagai kalangan internasional cukup berhasil dalam menjaga stabilitas ekonomi dan kesehatan masyarakat. Hal tersebut tentu berkat andil tangan dingin Menko Perekonomian Airlangga Hartarto beserta kerjasama yang baik dari seluruh komponen bangsa.
Meskipun demikian, beberapa kementerian strategis perlu mendapat perhatian, mengingat pemulihan yang tidak mudah dan memerlukan kerja cepat dari para pembantu presiden sebagai akselerator kemajuan bangsa demi kelancaran jalannya pemerintahan dan pembangunan sampai dengan tahun 2024, yang akan dipertanggungjawaban Jokowi selaku Presiden RI di dalam Sidang Umum MPR RI 2024.
“Jika mengikuti dinamika politik, belakangan tampak ada beberapa menteri perwakilan partai tertentu yang agresif mempertontonkan diri keluar dari barisan akibat kebijakan partainya yang berbeda dengan arahan dan visi Presiden, ini preseden buruk,” ujar Robinson.
Misalnya, dunia sedang gencar mempropagandakan tentang adaptasi dan mitigasi perubahan iklim (climate change), namun kementerian terkait nampak belum memiliki blue print dan kebijakan yang mendasar dalam merespon hal tersebut.
Begitu pula ancaman krisis pangan dan krisis energi yang sudah didepan mata, tampaknya belum sistematis diantisipasi. Sehingga perlu orang yang lebih memahami kondisi ancaman ini sebagai hal yang sangat serius.
“Belum lagi jika bicara pentingnya litbang dan iptek, maka menteri terkait penguatan SDM dan inovasi teknologi tidak lagi bisa diduduki oleh -sekedar- perwakilan partai ataupun pengusaha tanpa melihat kemampuan yang bersangkutan,” tegas Robinson.
Reshuffle kali ini menjadi momentum yang baik, pasca pandemi Covid-19 dan jelang pemilu 2024 yang semakin memanas. Robinson berharap Presiden Jokowi disamping mempertimbangkan kader-kader profesional yang memiliki wawasan kebangsaan dengan pengalaman, latar belakang akademis serta dukungan politik yang sama kuatnya, juga harus mempertimbangkan kader-kader yang mempunyai track record yang loyal. Maka sudah saatnya kader SOKSI tampil untuk menjaga mengawal dan mengamankan Presiden Jokowi dengan semangat tinggi sampai dengan Oktober 2024.
Menurut Robinson, dengan tidak mengurangi hak prerogatif presiden dalam menentukan siapa dan berasal dari partai mana Jikalau presiden menghendaki dari seorang politisi menjadi menteri yang direshufflenya; SOKSI sebagai ormas yang didirikan Suhardiman pada tahun 1960 yang kemudian mendirikan Golkar pada tahun 1964, yang hingga kini tetap loyal menyalurkan aspirasi politiknya melalui Golkar, mengharapkan partai Golkar juga mengajukan kader SOKSI menjadi calon menteri.
“Menurut pengamatan saya, selama pemerintahan Presiden Jokowi sejak tahun 2014, Golkarbelum pernah mengajukan kader SOKSI untuk menjadi pembantu Presiden Jokowi,” tegas Robinson.
Masih menurut Robinson, padahal, pendiri SOKSI, yakni Suhardiman lah yang dikenal sebagai ‘dukun politik’ yang pertama kali meramalkan bahwa Jokowi adalah Satryo Piningit sesuai ramalan Joyoboyo yang akan menjadi Presiden RI. Bahkan ketika beliau masih menjadi Walikota Solo.
Ketika pada tahun 2014, Partai Golkar masih ragu-ragu dan belum memilih Jokowi, Suhardiman tetap teguh pada pendirian dan memerintahkan kader-kader SOKSI untuk mendukung Jokowi.
Perintahnya jelas, kader SOKSI, wajib menjaga, mengawal dan.mengamankan Jokowi sampai 2024. Suhardiman menugaskan saudara Lawrence Siburian selaku ketua Presidium SOKSI dibantu oleh Robinson Napitupulu, Suriansyah, Max Tehusalawane, untuk menggerakkan seluruh kader SOKSI di seluruh Indonesia untuk memenangkan Jokowi dalam Pilpres 2014 .
Menurut Robinson, ketika Jokowi telah dinyatakan menang, terpilih sebagai Presiden RI, sebelum pelantikkan pada Senin, 15 September 2014, dengan didampingi Maruarar Sirait, Jokowi telah mengunjungi Suhardiman dikediamannya.
“Pak Suhardiman telah berpesan, bahwa dalam menjalankan tugasnya sebagai Presiden RI, beliau hanya boleh takut dan taat kepada kehendak Tuhan dan kehendak rakyat. Pak Jokowi sungguh-sungguh mendengarkan dan memperhatikannya. Ketika itu kebetulan saya duduk tepat disebelah kiri sedangkan Pak Jokowi disebelah kanan Pak Suhardiman; sedangkan Maruarar Siait duduk disamping Bobby Suhardiman didepan kita,” cerita Robinson.
Walaupun tidak duduk dipemerintahan, beberapa kader SOKSI sangat aktif berperan di DPR RI, antara lain seperti Ahmadi Nur Supit (saat ini menjadi anggota BPK), Bambang Soesatyo (saat ini Ketua MPR), Firman Subagyo, Misbakhun , Dewi Asmara, Agun Gunanjar, Ferdiansyah, AA.Bagus Adhi Mahendra Putra, Puteri Komarudin, dan lainnya.
Mereka yang tidak duduk di DPR, banyak juga yang menjadi tokoh masyarakat, seperti Prof. Thomas Suyatno, Ketua Umum DPP Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta (PTS) seluruh Indonesia), Prof. Dr. H. Bomer Pasaribu, SH, SE, MS sebagai Ketua Kordinator Lembaga Produktivitas Nasional Kemenaker RI, Dina Hidayana, yang baru-baru ini menyelesaikan S3 nya tentang Ketahanan Pangan di Universitas Pertahanan.
“Jadi, banyak Kader SOKSI yang siap dan mumpuni untuk mengamankan dan mengawal Presiden Jokowi, maka kita berharap ketua umum partai Golkar hendaknya tidak lupa mengusulkan kader SOKSI yang didirikan Pak Suhardiman, apabila terjadi pergantian menteri. Dan Saya yakin kali ini Presiden Jokowi mempertimbangkan untuk mengakomodir kader SOKSI untuk membantunya,” tegas Robinson.[]