JAKARTA, WB – Polemik tentang penerapan sistem ahlul halli wal aqdi (AHWA) dalam memilih pimpinan Nahdlatul Ulama (NU) pada muktamar di Jombang terus bergulir.
Timbulnya polemik adalah penentang AHWA, adalah Rais Syuriah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Lampung, KH Aliman Marzuqi.
Lewat rilisnya, Aliman menuding PBNU dan panitia muktamar melakukan hal yang tak semestinya. Ia menuding ada upaya dari PBNU dan panitia muktamar untuk memaksakan AHWA dengan cara-cara preman.
“Kami menolak cara-cara premanisme,” ujarnya.
Aliman menduga pemaksaan sistem AHWA sebagai cara untuk melanjutkan duet KH Mustofa Bisri sebagai rais aam syuriah, dengan KH Said Aqil Siradj sebagai ketua umum PBNU. Padahal, banyak pengurus wilayah dan cabang NU di daerah menuding duet itu sudah gagal membendung serbuan paham dari luar ahlussunnah wal jamaah (aswaja) ke dalam NU. Ia melanjutkan, duet kiai ini diduga menoleransi paham di luar Aswaja masuk ke NU.
“Banyak perwakilan NU daerah menolak duet kepemimpinan Gus Mus (KH Mustofa Bisri, red) sebagai rais aam syuriah dan KH Said Aqil Sirajd sebagai ketua umum PBNU karena dianggap gagal membendung serbuan paham luar Aswaja ke dalam NU,” tegasnya.
Aliman pun berharap Muktamar NU ke-33 bisa menghasilkan yang terbaik dan membawa organisasi keagaaman terbesar di Indonesia itu konsisten pada khittah serta tak menjadi alat politik.
“Semoga muktamar Jombang kali adalah momentum kembalinya pengurus NU ke khittah tanpa diperdaya partai politik dan nafsu keserakahan,” tandas Aliman.[]