WARTABUANA – Setelah gelaran balap motor internasional, MotoGP 2022 di Sirkuit Mandalika, Kuta, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), pada 18-20 Maret 2022 lalu, nama Mandalika semakin mendunia. Banyak daya tarik destinasi wisata di Lombok, diantaranya empat desa penuh pesona.
Sebelum ajang MotoGP 2022 digelar, ada serangkaian event akbar pernah hadir di Mandalika, seperti TNI Mandalika International Marathon 2018, Trip of Indonesia (TROI) 2019, Moto Cross 2019, Mandalika Off Road Championship 2019, Mandalika Association Hotel (MAH) Open 2020 Surfing Competition dan World Superbike 2021.
Banyak sebab mengapa Mandalika sering jadi tuan rumah berbagai acara bergengsi. Salah satunya, kawasan ini memiliki alam, seni, dan budaya yang menarik yang mempertegas citra #WonderfulIndonesia di mata dunia.
Faktanya, Pulau Lombok sudah akrab di telinga pelancong domestik dan mancanegara. Setidaknya, ada empat destinasi wisata lain yang wajib dikunjungi. Keempat lokasi itu adalah Desa Tetebatu, Desa Senaru, Desa Sesaot, dan Desa Bonjeruk.
Desa Tetebatu
Desa Tetebatu merupakan salah satu wakil Indonesia dalam ajang lomba Desa Wisata Terbaik versi United Nation World Tourism Organization (UNWTO) pada 2021. Sementara, Desa Sesaot, Bonjeruk, dan Senaru masuk ke dalam nominasi Anugerah Desa Wisata Indonesia pada tahun yang sama.
Lokasi Desa Tetebatu ada di bawah kaki Gunung Rinjani. Desa ini tak hanya berudara sejuk, tapi juga memiliki bentangan alam penuh pesona. Salah satunya, pemandangan hamparan sawah berundak mirip dengan persawahan di Ubud, Bali. Wisatawan pun bisa menjajal aktivitas bertani bareng warga setempat.
Desa Tetebatu juga memiliki air terjun unik yang tersembunyi di dalam gua, yakni Air Terjun Sarang Walet yang berjarak 2,8 KM dari pusat kota. Kalau ditempuh dengan jalan kaki, waktu yang bakal dihabiskan kurang lebih 32 menit dengan melewati persawahan, menyusuri sungai, dan menuruni puluhan anak tangga. Rasa lelah terbayarkan begitu tiba di Air Terjun Sarang Walet.
Selain Air Terjun Sarang Walet, masih ada beberapa air terjun di Desa Tetebatu. Sebut saja, Air terjun Ulem-ulem, Air Terjun Kokok Duren, Air Terjun Seme Deye, dan Air terjun Jeruk Manis. Di Desa Tetebatu pelancong bisa belajar tentang pembuatan tembakau, kopi, dan minyak kelapa, serta beragam rempah khas Lombok secara tradisional.
Desa Senaru
Letak Desa Senaru di kaki Gunung Rinjani dengan pemandangan menakjubkan. Sama seperti Desa Tetebatu, air terjun menjadi salah satu daya tarik desa di Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara ini.
Setidaknya, ada dua air terjun yang wajib dikunjungi di Desa Senaru. Pertama, Sindanggile. Air terjun ini yang berjarak 3,3 km atau 7 menit dengan berkendara dari pusat desa ini memiliki ketinggian 31 meter (m). Kedua, Tiu Kelep yang berlokasi 2,5 km dari pusat desa. Ketinggian air terjun ini mencapai 42 m dan bersembunyi di antara pepohonan.
Selain alam, seni dan budaya Desa Senaru juga menarik untuk ditelisik. Pasalnya, masyarakat setempat masih menjaga tradisi leluhurnya. Salah satunya adalah Tari Bisoq Menik atau tari mencuci beras yang ditampilkan pada acara adat Bayan.
Dalam ritual Bisoq Menik, para perempuan berjalan beriringan dengan pakaian khas desa menuju sungai yang airnya hanya digunakan untuk keperluan ritual adat. Kemudian, ada pula Cupak Gerantang , kesenian ini dibawakan oleh dua penari. Masing-masing merupakan representasi dari sifat manusia, yakni baik (gerantang) dan buruk (cupak).
Warga Desa Senaru masih menempati rumah adat khas Lombok dengan empat atau enam tiang dan berfondasi batu atau tanah liat. Sementara, atap dan dindingnya menggunakan bambu atau alang-alang.
Selain material dan struktur bangunan, denah tempat tinggal juga masih mengusung konsep tradisional. Hal ini terlihat dari keberadaan gazebo yang berfungsi sebagai tempat menerima tamu. Desa Senaru juga masih mempunyai masjid kuno yang berdiri sejak abad ke-16.
Desa Sesaot
Desa Sesaot berjarak 59 km dari Kuta Mandalika, atau tepatnya di Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat. Desa ini menawarkan liburan dengan suasana pedesaan dekat hutan. Jadi sangat pas bagi pencinta aktivitas outdoor, seperti trekking.
Di sana ada Bukit Mangga dengan trek pendakian yang mudah untuk ditaklukkan. Aktivitas ini sebaiknya dilakukan pada pagi hari karena udara masih sejuk. Sembari berolahraga, wisatawan bisa menikmati kemegahan Gunung Rinjani beserta perbukitan di sekitarnya.
Bagi pencinta olahraga sepeda, apalagi penyuka trek-trek menantang, cobalah bersepeda ke Bukit Vetong. Ada banyak jalur ekstrem yang memacu adrenalin di bukit yang berjarak 3 km dari pusat desa ini.
Selain bentang alam yang menawan, Desa Sesaot juga sarat akan seni dan budaya karena merupakan salah satu kawasan tempat tinggal suku Sasak. Wisatawan bisa melihat langsung pembuatan kain tenun khas suku tersebut dan atraksi kesenian Gendang Baleq. Bahkan, bila beruntung, wisatawan dapat menyaksikan upacara adat Pambayun, yakni serah terima lamaran yang menjadi tradisi turun-temurun masyarakat suku Sasak.
Desa Bonjeruk
Desa yang sudah ada sejak tahun 1886 ini merupakan desa tertua di Lombok Tengah. Desa Bonjeruk pernah jadi pusat pemerintahan Hindia Belanda di kawasan tersebut. Namun, beredar pula kabar bahwa eksistensi desa ini sudah ada sejak 1852.
Sisa-sisa peradaban kolonial di Desa Bonjeruk pun masih berdiri kokoh hingga kini. Salah satu bangunan yang paling menarik perhatian adalah gapura bertuliskan “Bondjeroek den 10 mei 1933”. Gapura ini merupakan gerbang menuju rumah bergaya art deco peninggalan Hindia Belanda. Penduduk setempat menyebut bangunan itu Gedeng Beleq.
Ada beragam aktivitas menarik yang bisa dilakukan saat menyambangi Desa Bonjeruk, selain belajar sejarah. Salah satunya, minum kopi sangrai sambil menikmati panorama persawahan dan suasana khas pedesaan.
Jika ingin mengeksplorasi kuliner yang lebih bervariasi, coba berkunjung ke Pasar Bambu. Beragam hidangan, mulai dari kudapan hingga makanan berat, tersedia di pusat kuliner yang buka setiap hari ini.
Aktivitas menarik selanjutnya yang bisa dilakukan di Desa Bonjeruk adalah mencicipi buah yang baru dipetik di kebun desa serta bersepeda di antara perkebunan dan persawahan. Bahkan, wisatawan berkesempatan menjajal kebiasaan masyarakat setempat, seperti bermain gasing dan egrang, serta membaca lontar.[]